Rabu, 11 Juli 2012

Analisis Kesalahan "Alif Mutatharrifah Mahasiswa PBA STAIMAFA"


ANALISIS KESALAHAN PENULISAN
“ALIF MUTATHARRIFAH”
MAHASISWA PBA STAIMAFA*

Makalah ini direvisi untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah Analisis Kesalahan
Dosen pengampu : Khabibi Muhammad Luthfi

 






Di susun oleh:
Nur Khasanah
(09.11.00116)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MATHALI’UL FALAH
MARGOYOSO - PATI
TAHUN PELAJARAN 2011/2012 M


Analisis Kesalahan Penulisan “Alif Mutatharrifah”
Mahasiswa PBA STAIMAFA

Abstrak
Analisis kesalahan bertujuan pedagogis, dimana analisis kesalahan diharapkan dapat memberi sumbangan yang signifikan terhadap perbaikan pengajaran bahasa kedua, yaitu membantu menentukan urutan atau tataran sistematis dalam pembelajaran bahasa kedua sehingga sesuai dengan yang diharapkan. Dalam analisis kesalahan juga perlu diketahui penyebab dari pada kesalahan berbahasa, prosedur analisis kesalahan dan isu-isu terbaru dalam kesalahan berbahasa, sehingga analisis kesalahan akan selalu update.
Sajian kali ini fokus pada kajian Alif Mutathorrifah yang berada pada isim, fi’il dan huruf yang menyoroti tulisan dari mahasiswa semester 2, 4 dan 6 (a) PBA STAIMAFA pada majalah dinding yang sudah pernah dipublikasikan.

Kata kunci: Analisis kesalahan, Alif Mutathorrifah, Majalah dinding PBA STAIMAFA

A.     Pendahuluan
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan. Baik itu bahasa verbal maupun non verbal. Setiap Negara maupun daerah memilki aneka ragam variasi bahasa baik dalam benmtuk penulisan maupun pembecaaan secara oral sebagai alat untuk menyampaikan maksud atau mengirim pesan dari komunikator kepada komunikan. Terlebih lagi bahasa arab yang merupakan bahasa yang digunakan oleh banyak sekali Negara maupun kabilah sehingga memunculkan berbagai macam variasi bahasa. kendati demikian kesemuanya bukan berarti bahasa yag mereka gunakan adalah salah. Melainkan itu merupakan perbedaan lahjat antara satu kabilah dengan kabilah lain.
Melihat dari beberapa sundut pandang yakni bahasa arab yang merupakan bahasa agama atau bahasa yang digunakan untuk memahami teks – teks keagamaan juga bahasa yang sekarang menjadi bahasa internasional, sedikit banyak mengundakang para ghoiru natiqin untuk mempelajari bahasa tersebut. Sehingga banyak ditemukan bergai lembaga formal maupun non formal yang menmasukkan bahasa arab sebagai salah satu mata pelajaran dalam kurikulkum lembaga tersebut.
Seperti pembelajaran bahasa lain, bahasa arab juga memiliki tujuan penguasaan skiil atau maharoh yang hendak dicapai, yakni ketrampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis dan juga menerjemah. Pada beberapa ketrampilan tersebut hendaklah mengikuti aturan atau kaidah yang telah ada. Semisal saja dalam penulisan. Telah banyak kita temui kaidah - kaidah mengenai tata cara menulis bahasa arab yang benar.
Salah satu aspek yang harus diperhatiakan dalam penulisan bahasa arab ialah, dimana siswa dapat menulis sebuah lafal yang tepat. Semisal saja dalam penulusan alif mutathorrifah yang masuk pada kalimah fi’il, isim maupun huruf. Ternyata masih banyak diantara mahasiswa yang masih belum bisa membedakan antara dimana mereka harus menulis alif berupa alif atau dengan menggunamkan ya’ atau bahkan tidak menggunakan keduanya terutama dalam kalimah fi’il. Hal ini merupakan problem tersendiri dalam penulisan bahasa arab. sebagaimana yang kita ketahui bahasa arab merupakan bahasa yang kompleks sehingga ketika kita salah menulis satu huruf saja maka hasilnya akan fatal. Dimana nantinya akan mempengaruhi pada makna. 
Dalam analisis kesalahan ini, akan meneliti mengenai penulisan alif mutathorrifah sebagai upaya mengethui frekuaensi kesalahan, penyebab adanya kesalahan penulisan alif mutatharrifah dan juga solusi dalam penulisan tersebut.

B.     Analisis Kesalahan Berbahasa
1.       Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa
Pada dasarnya analisis Kesalahan muncul karena tidak kepuasan yang ada dalam analisis kontrastif, karena analisis kontrastif tidak dapat memprediksi sebagian besar dari kesalahan.  Sebelum mengetahui analisis kesalahan berbahasa perlu kita ketahui dulu kesalahan berbahasa.
Kesalahan berbahasa dianggap sebagai bagian dari proses belajar mengajar, baik secara formal maupun non formal. Pengalaman guru menunjukan bahwa kesalahan berbahasa itu tidak hanya di sebabkan oleh siswa pembelajar bahasa ke 2, tetapi jua oleh siswa yang belajar bahasa pertama (1).
HV George mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk – bentuk tuturan yang tidak diinginkan. Khususnya suatu bentuk tuturan yang tidak diinginkan oleh suatu progam dan guru pengajaran bahasa. bentuk yang tidak dinginkan adalah bnetuk yang tidak sesuai dengan kaidah – kaidah yag menyimpang dari kaidah yang baku.hal ini sesuai dengan pendapat Albert Valdman yang mengatakan bahwa yang pertama – tama harus dipirkan sebelum mengadakan pembahasan tentang berbagai pendekatan dan anlisis kesalahan berbahasa adalah menetapkan standar penyimpangan atau kesalahan. Juga dikemukakan oleh Corder bahwa yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah kesalahan terhadap kode berbahasa. Kesalahan ini bukan hanya berbentuk fisik melainkan juga merupakan tanda kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan terhadap kode.[1]
            Setelah kita mengetahui kesalahan berbahasa maka dilanjutkan pada analisis kesalahan berbahasa. Analisis kesalahan disini di devinisikan sebagai suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh penliti atau guru bahasa, yang meliputi kegiatan mengumpulkan sempel kesalahan, mengidentifikasi kesalahan yang terdapat dalam sample, menjelaskan kesalahan tersebut, mengklasifikasi kesalahan tersebut, dan mengavaluasi taraf kesseriusan keslahan itu.[2]
Adapun Analisis kesalahan bahasa menurut Tarigan (1997), ada dua istilah yang saling bersinonim (memiliki makna yang kurang lebih sama), kesalahan (error ) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran bahasa kedua. Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu. Sementara itu kekeliruan adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu namun tidak dipandang sebagai suatu pelanggaran berbahasa. Kekeliruan terjadi pada anak (siswa) yang sedang belajar bahasa. Kekeliruan berbahasa cenderung diabaikan dalam analisis kesalahan berbahasa karena sifatnya tidak acak, individual, tidak sistematis, dan tidak permanen (bersifat sementara). Jadi, analisis kesalahan berbahasa difokuskan pada kesalahan berbahasa berdasarkan penyimpangan kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu.[3]
Dari literatur lain mengemukakan. Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh peneliti atau guru bahasa, yang meliputi kegiatan mengumpulkan sampel kesalahan, mengidentifikasi kesalahan yang terdapat dalam sampel, menjelaskan kesalahan tersebut, mengklasifikasikan kesalahan itu dan mengevaluasi taraf keseriusan kesalahan itu.[4]
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa analisis kesalahan bahasa disini memiliki tujuan, yang menurut Corder (dalam Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan tujuanyang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses belajar-mengajar yang dilakukan.[5]
Lain halnya dengan analisa kontrastif yang menjadikan intefernsi sebagai satu – satunya sebab terjadinya pembelajaran bahasa ke dua. Mengingat dalam proses pembelajaran terdapat berbagai unsure yang saling terkait, sehingga factor interferensi tidak dapat dijadikan satu – satunya sebab terjadinya kesalahan pemerolehan bahasa kedua. Adapun pangkal yang terjadi kesalahan bahasa pada orang yang menggunakan bahasa yang bersangkutan bukan pada bahasa yang digunakan. Disini terdapat tiga kemungkinan penyebab seseorang dapat salah dalam berbahasa, antara lain sebagai berikut:
1.      Language transfer atau pengaruh bahasa pertama, dimana peserta didik masih memasukkan bahasa pertama disaat memakai bahasa kedua. 
2.      Intralingual: proses belajar yang tidak maksimal sehingga kurang paham mengenai suatu bahasa dibagi menjadi a)generalisasi berlebihan, b) ketidak tahuan kaidah, c) penerapan kaidah yang tidak sampurna, d) salah menghipotesakan konsep
3.      Theacing techniques or material: teknik mengajar atau materi, dimana guru juga bisa saja melakukan kesalahan sehingga berakibat pada terpengaruhnya peserta didik terhadap apa yang diajarkan.
Strategi komunikasi, kemungkinan besar terjadi disaat melakukan komunikasi dengan orang yang memiliki bahasa pertama yang sama atau orang yang bukan pemilik asli bahasa kedua yang dipelajari.
2.      Penyebab Kesalahan Berbahasa
Penyebab kesalahan berbahasa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah intervensi (tekanan) bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2). Dan faktor tersebut adalah faktor yang paling sering terjadi dikarenakan oleh perbedaan kaidah struktur bahasa pertama dengan bahasa kedua.[6]
Selain itu para ahli seperti Selingker, Hendrikson, dkk mengemukakan pendapatnya mengenai sebab terjadinya kesalahan berbahasa yaitu Pertama, kesalahan berbahasa dapat terjadi karena transfer bahasa yaitu pemindahan unsur bahasa pertama yang telah memfosil kedalam bahasa kedua atau bisa disebut langguage transfer. Kedua, karena transfer of training atau pengajarannya bisa dari metode penyampaiannya, materinya, atau guru bahasa kedua.  Ketiga,  karena (strategies of second language communication) atau strategi komunikasi yaitu pendekatan yang dilakukan oleh pembelajar dalam berkomunikasi dengan orang lain/penutur asli B2. Keempat, karena disebabkan oleh penyamarataan yang berlebihan mengenai linguistik bahasa sasaran (overgeneralization of target langguage linguistic material).[7] Kelima, karena Intralanguage errors yaitu kesalahan yang disebabkan oleh pengaruh bahasa yang dipelajari itu sendiri atau kesulitan-kesulitan dalam mempelajari bahasa sasaran/tujuan itu sendiri.[8]
Hendrikson mengelompokkan sebab-sebab kesalahan berbahasa menjadi local error dan global error. Local error merupakan kesalahan bahasa yang membuat suatu bentuk bahasa atau stuktur dalam kalimat kelihatan tidak cocok atau tidak tepat. Tetapi tidak menimbulkan salah tafsir atau salah faham bagi penutur asli. Adapun global error merupakan kesalahan komunikasi yang menyebabkan seseorang penutur asli salah faham, salah menafsirkan suatu pesan. [9]
3.      Metodologi anakes
            Merupakan  cara-cara atau prosedur kerja yang digunakan dalam menganalisa kesalahan berbahasa. Metode-metode yang ditawarkan para pakar relatif sama. Kalaupun ada perbedaan hanya menyangkut variasi dan kurang mendasar. Setidaknya terdapat 3 metode yang umum dipakai, yaitu Ellis, Shirdar, dan Tarigan.
            Ellis menyatakan bahwa terdapat lima langkah kerja analisis bahasa. Yaitu: (1) Mengumpulkan sampel kesalahan, (2) Mengidentifikasi kesalahan, (3) Menjelaskan kesalahan, (4) Mengklasifikasikan kesalahan, (5) Mengevaluasi kesalahan. Adapun langkah-langkah Anakes yang ditawarkan Shirdar adalah sebagai berikut: (a) mengumpulkan data, (b) mengidentifikasi kesalahan, (c) mengklasifikasi kesalah, (d) menjelaskan frekuensi kesalahan/kehilafan (e) mengidentifikasi tataran kesalahan (f) merumuskan terapi atau koreksi kesalahan/kehilafan. Namun oleh Tarigan, kedua langkah-langkah yang dirumuskan diatas dimodifikasi sebagaimana berikut:
1.      Mengumpulkan data; Kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa dikumpulkan. Kesalahan berbahasa itu diperoleh dari hasil ulangan, latihan menulis, membaca, berbicara dan menyimak.
2.      Mengidentifikasi kesalahan berdasarkan tataran kebahasaan, misalnya; kesalahan fonologi, morfologi, sintaksis, wacana, dan semantik.
3.      Merangking atau memperingkat kesalahan; Mengurutkan kesalahan berdasarkan frekuensi terjadinya kesalahan.
4.      Menjelaskan keadaan; yakni dengan menjelaskan apa yang salah, penyebab kesalahan, dan cara memperbaiki kesalahan.
5.      Memprediksi tataran kebahasaan yang rawan kesalahan; memperkirakan tataran kebahasaan yang dipelajari oleh siswa yang potensial mendatangkan kesalahan misalnya daerah fonologi, morfologi, sintaksis, wacana, atau semantik.
6.      Mengoreksi kesalahan; memperbaiki kesalahan yang ada, mencari cara yang tepat untuk mengurangi dan bila dapat menghilangkan kesalahan itu. Hal ini dapat dilakukan dengan menyempurnakan komponen proses belajar–mengajar bahasa seperti tujuan, bahan, metode, media, dan penilaian.
Namun Dalam penelitian peneliti menggunakan metode yang ditawarkan oleh Sirdar yang meliputi:
1.      Mengumpulkan data.
2.      Mengidentifikasi kesalahan atau kekhilafan.
3.      Mengklasifikasi kesalahan atau kekhilafan.
4.      Menjelaskan frekuensi kesalahan atau kekhilafan.
5.      Mengidentifikasi tataran kesalahan atau kekhilafan.
6.      Merumuskan terapi atau koreksi kesalahan atau kekhilafan.[10]
 Adapun penjelasannya lebih lanjut akan dipaparkan pada bab analisis data.



C.     Landasan teori
Landasan teori dalam sebuah penetian dianggap perlu dan penting sebagai sebuah alat pisau analisa terhadap obyek dari penelitian.  Sebelum memasuki pembahasan hamzah dan alif perlu kita ketahui hakikat fonologi, karena pada pembahasan alif mutatharrifah ini pada tataran fonologi.
Bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi – bunyi bahasa ini disebut fonologi yang secara etimologi disebut fon yaitu bunyi, dan logi  yaitu ilmu. Menurut hirarki satuan bunyi yang menjadi obyek studinya, fonologi dkibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Secara umum fonetik biasa dijelaskan dengan cabang study fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi – bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang study yang mempelajari bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna.[11]
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Fonologi adalah subdisiplin linguistic yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Selanjutnya, menurut proses terjadinya bunyi bahasa itu dibedakan menjadi adanya tiga jenis fonetis yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik dan fonetik auditoris.
Fonetik artikulatoris juga disebut fonetik organnis atau fonetik fisiologis, yang mempelajari bagaimana mekanisme alat – alat bicara manusia bekerja dan menghasilkan bunyi bahasa. serta bagaimna bunyi – bunyi itu di klasifikasikan. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi – bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya dan timbremnya. Sedang fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.[12]
Fomenik sendiri memiliki kajian yaitu mengenai bunyii bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Kalau dalam fonetik misalnya kita meneliti pada bunyi /a/ yang berbeda pada kata – kata seperti lancer, laba, dll. Maka dalam fonemik ini kita meneliti apakah perbedaan bunyi itu mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Jika bunyi itu membedakan makna, mak bunyi tersebut kita sebut fonem, dan jika sebaliknya maka bunyi tersebut bukan dinamakan fonem.[13]
1.      Hamzah dan alif layyinah
hamzah adalah huruf yang menerima semua harokat, seperti hamzah yang difathah : أَجاب , yang di kasroh, إِجابة dan hamzah yang disukun.
Hamzah ada yang berada pada awal kata, seperti أخد, إكرام، أسرة. Hamzah yang berada pada tengah kata سأل، سئم، ضؤم dan yang ada pada akhir kata بدأ، شاطئ، تكافئ .
Alif  layyinah adalah perpanjangan suara yang muncul dari penyempurnaan fathan dari huruf sebelumnya . saat di tengah kalimat : قال، ساعة، باب . ketika diakhir kalimat : دعا، ومى، مصطفى، مستشفى.
2.      Pembagian hamzah :
a.       Washol     
Hamzah washol adalah hamzah yang menjadi penghubung  untuk mengucapkan huruf  yang mati ketika huruf mati tersebut sulit untuk diucapkan karena fungsingnya sebagai penghubung dengan huruf yang mati, maka setelah hamzah washal selalu huruf mati. Dalam penulisannya hamzah washal cukup ditulis dengan huruf alif ( ا )
a.       Lokasi atau tempat hamzah washal:
1)      Isim yang sepuluh seperti: امرؤ، اسم، است، امرأة، ابن، ابنة، ابنم (mim nya adalah li al-mubalaghah atau mempersangat), bentuk tasniyah dari ketujuh isim tersebut, dan اثنتان، اثنان، أيمن الله  (untuk qasam). Contoh: ابن، بابن، باسم، امرأة، وامرأة، ابنان، وابنان، ابنتان، وابنتان
2)      Semua alif yang ada di al ta’rif, yaitu al yang masuk pada isim nakirah (isim yang menunjukkan arti umum), contoh: الطالبة، والطالبة
3)      Dalam amar fiil tsulatsi. Contoh: اجلس، واجلس
4)      Dalam madli, masdar, dan amar fiil khumasi dan sudasi. Contoh: انبهم ، استغفار، من استغفار، اجتمع
5)      Hamzah washal selalu berharakat kasroh, kecuali hamzah yang berada pada al ta’rif, selalu difathah, dan yang ada pada fiil amar tsulatsi mujarrad yang ketika mudlari’ mengikuti wazan يَفْعُلُ maka hamzahnya selalu di dlummah, misalnya اُنْصُرْ dan bentuk mudlari’ يَنْصُرُ .
b.      Contoh penulisan hamzah washal
1)      Hamzah washal awal. Contoh: استعمل
2)      Hamzah washal tengah. Contoh: واستغفار
b.      Qotho’
Hamzah Qoth’ adalah hamzah pemisah, atau dapat disebut hamzah fashl. Dia tidak berfungsi menyambung huruf yang mati supaya bisa diucapkan, tetapi memisahkan. Hamzah Qoth’ bisa berada diawal, tengah dan akhir kalimat. Bentuk-bentuk penulisan hamzah Qoth’:
1)      Diawal kalimat: Bila berharakat  fathah atau dlummah hamzah diletakkan diatas alif (أ: أُحِبُّ). Bila berharakat kasrah hamahdiletakkan dibawah alif (إ: إِنَّ). Bila hamzah didahului oleh satu huruf, bentuk penulisan hamzah tidak berubah sebab hamzah dianggap tetap berada diawal kalimat, contoh: أَأَنْتَ، لِأَنَّ
2)      Diakhir kalimat: Bila jatuh setelah huruf yang berharakat dlummah ditulis (ؤ: يَجرؤ), setelah fathah ditulis (أ: أَأَبْد), dan setelah kasrah (ئ: يُبدِئ). Bila jatuh setelah sukun, maka ditulis bentuk aslinya (ء: سماء). Jika kalimatnya diakhiri dengan tanwin yang dibaca fathah () dan bersambung dengan alif maka hamzah ditulis diatas nabr (شَيئا)
3)      Ditengah kalimat: hukum aturannya sama dengan hamzah qoth’ yang berada diakhir kalimat. [14] Contoh: فِئَةٌ، يُؤْذِي، سَأَلَ
3.      Pembagian Alif  layyinah:
a.       Alif Mutawasitoh
Alif ini adalah alif mutlaq, yaitu dia tidak akan bisa terbaca kecuali dirangkai dengan kata lain, baik di tengah atau semitengah. Adapun yang benar-benar ditengah ia jatuh setelah satu huruf atau lebih dari suatu kata. Seperti kata : قال، شارع، ينام. Dan alif mutawashitoh yang semi tengah ia berada pada akhir kata, namun diikuti oleh huruf atau kata lain seperti ta’ marbuthoh, dlomir atau ma istifham.
b.  Alif Mutatharrifah
Al Ghulayini menamai Alif layyinah dengan alif al mutatharrifah, alif di akhirkalimat. Sebab alif di akhir kalimat nanti tidak hanya berbentuk layyinah (bengkok),tetapi juga yabisah (berdiri)[15]      
Petunjuk praktis penulisan alif al-Mutatharrifah
            Kesepakatan ahli bahasa melahirkan beebrapa rumusan untuk membantu pembelajar imla’ mudah memahami kaidah penulisan alif di akhir kalimat (al-Mutatharrifah) dan bisa menulisnya secara benar.
1.      Jika alif al-Mutatharrifah berada diurutan tempat dan seterusnya dalam sebuah kalimat maka alif ditulis dalam bentuk seperti ya’ tanpa titk dibawahnya (ى). Seperti lafad مستشفى، تزكى. Tetapi bila dikhawatirkan terdapat kesamaan antara isim dan fiil maka alif dan isim ditulis seperti bentuk ya’ sedang dalam fiil ditulis dalam bentuk alif mamdudah (berdiri). Contoh يحيى (adalah isim menunjukkan nama) dan يحيا (adalah fiil, bermakna hidup).
2.      Jika alif dalam urutan nomor tiga dalam isim atau fiil, penulisan alif dibedakan. Jika asalnya adalah wawu maka alif ditulis dalam bentuk alif mamdudah (berdiri), contoh دعا- عصا  asalnya adalah دعو – عصو, dan bila berasal dari huruf ya’ maka alif ditulis seperti ya’ tanpa titik, contoh قضى – هدى asalnya adalah قضى – هدى.
3.      Alif yang berada di akhir isim yang mabni semua ditulis berdiri.
4.      Alif yang berada di akhir isim ajam baik hurufnya berjumlah tiga atau lebih ditulis dalam bentuk berdiri. Misalnya زليخا، بحيرا (nama orang), أريحا، يافا، طنطا (nama tempat), موسيقا، أرتماطيقا (istilah dibidang seni dan sains). Isim ajam yang ditulis dalam bentuk berbeda yaitu ya’ tanpa titik hanya diempat tempat, yaitu موسى – عيسى – كسرى – بخارى. Untuk membedakan alif layyinah (huruf ya’ tanpa titik dibawahnya) dengan ya’ (beserta titik didalamnya) adalah dengan melihat harakat huruf sebelumnya. Jika harakat sebelumnya adalah fathah berarti alif layyinah, dan jika huruf sebelumnya kasrah berarti ya’.
Alif  al-Mutatharrifah berada dalam pembagian kalimat yang tiga : isim (mabni dan mu’rab, arab dan ajam), fiil (mabni dan mu’rab), dan huruf.
Dalam kalimat fiil alifnya ada yang ditulis dalam bentuk berdiri (thawilah/mamdudah), ada yang ditulis dalam bentuk ya’ tanpa titik (maqshurah).
Adapun teori alif yang masuk pada kalimat fi’il adlah sebagai berikut:
1. alif diakhir kalimat fiil ditulis dalam bentuk alif berdiri bila berdiri bila berada dalam fiil tsulasi dan asal alif adalah wawu. Asalnya adalah صَفو dan  دعو
2. alif diakhir kalimat fiil ditulis dalam bentuk ya’ tanpa titik bila berada dalam fiil tsulasi dan asal alif adalah ya’. Asalya adalah بَنَيَ   danسَعَيَ
3. alif diakhir kalimat fiil ditulis dalam bentuk ya’ tanpa titik bila berada dalam fiil tsulasi mazid bial sebelum alif bukan huruf ya’ contoh:نادَى , اشترى
Bila sebelum alif berupa huruf ya’ maka alif ditulis berdiri contoh:يديا , استحيا
Dari teori-teori yang lalu dapat kami simpulkan bahwa pembentukan alif tersebut didasarkan atas akhir dari kalimat isim maupun fi’il itu sendiri (wawu atau ya’) yang didasarkan atas kamus kebahasaan. Namun ada beberapa aturan yang kiranya dapat membantu dalam menentukan hamzah tersebut.
1.      Jika ternyata pada fi’il mudlori’ wujud akhirnya adalah wawu, maka alif pada fi’il madlinya ditulis dalam bentuk alif mutlaq. Contoh : يرنو- رنا , dan jika pada fi’il mudlori’nya ternyata alifnya berupa ya’, maka alif pada fi’il madlinya ditulis dalam bentuk ya. Contoh : يجزى – جزى
2.      Pada fi’il-fi’il سعى – نهى alifnya harus ditulis dengan ya’ karena mashdar dari lafal-lafal tersebut adalah سعى – نهى .
Fi’il-fi’il tsulasi yang akhirnya berupa alif ini merupakan bentukan dari wawu, ataupun ya’. Maka dari itu alif ini boleh berbentuk ya’ atau wawu. نما dan نمى fi’il mudlori’nya ينمو dan ينمى akan tetapi yang lebih baik menggunakan aturan yang sering diberlakukan dalam tatanan bahasa arab.
Seperti yang ada pada fi’il tsulasi yang akhirnya berupa alif layyinah, maka boleh ditulis alif atau ya’. Contoh : رحى  ketika mutsanna رحوانرحيان , jama’nya رحواترحياة
Fi’il-fi’il tsulasi yang diakhiri dengan alif layinah aslinya itu adalah wawu, dan harus diganti dengan alif.contoh : الخطا، الدنا، الخنا (الفخش). Fi’il-fi’il tsulasi yang diakhiri dengan alif layinah aslinya itu adalah ya’, maka ditulis dengan ya’. Contoh : الأذى، الأسى، البلى، التقى.
Alif layyinah ketika ditulis ya’ maka tidak boleh dikasih titik. Contoh : سعى، فتى
Macam-macam alif mutathorrifah :
1.      Alif pengganti dari ya’ mutakallim  أسفا yang aslinya أسفى
2.      Alif pengganti dari nun taukid khofifah لنسفعاً بالناصية
3.      Huruf pengganti dari nun (إذن)

D.    Metodologi Penelitian
1.       Pengumpulan data
a.       Sumber data
Dalam penelitian ini, sumber data yang kami pilih adalah fokus pada kajian Alif Mutathorrifah yang berada pada isim, fi’il dan huruf yang menyoroti tulisan dari mahasiswa semester 2, 4 dan 6 (a) PBA STAIMAFA pada majalah dinding yang sudah pernah dipublikasikan. Kami memilih sumber data tersebut dengan alasan, majalah dinding tersebut pernah dipublikasikan, jadi sudah tidak diragukan lagi kemampuan bahasa Arabnya. Maka dari itu, kami ingin mengetahui apakah mereka benar-benar menguasai kaidah penulisan alif mutatharrifah yang termasuk pada tataran fonologi bahasa Arab dengan benar atau belum.
b.      Metode & Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini kami menggunakan metode pustaka. Data berupa natural karena sudah ada yaitu majalah dinding mahasiswa  PBA yang telah dipublikasikan. Dengan menggumpulkan data-data tulisan yang yang akan diteliti yaitu dari majalah dinding mahasiswa PBA semester II, IV dan VI A untuk disearching data mengenai alif mutatharrifah baik dari isim, fiil dan huruf kemudian dikoleksi lalu di ceck list.
2.      Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil searching dikumpulkan menjadi satu kemudian diidentifikasi kesalahan-kesalahannya. Dan diklasifikasikan sesuai kategori-kategori alif mutatharrifah. Selanjutnya dijelaskan kesalahannya dengan cara menjelaskan letak kesalahan berdasarkan teori-teori alif mutatharrifah lalu membuktikannya dengan menggunakan teknik substitusi (pergantian) dan lalu memberikan contoh yang benar sesuai dengan kaidah baku alif mutatharrifah, tahap selanjutnya menjelaskan frekuensi kesalahan. Dan kemudian mengidentifikasi tataran kesalahan. Dan tahap akhir adalah merumuskan terapi atau koreksi kesalahan.

E.     Analisis Kesalahan Terhadap  Alif Mutatharifah
1.       Hasil Penelitian
Data  yang dianalisis ini adalah merupakan kesalahan dari penulisan alif mutathorrifah yang ditulih oleh mahasiswa Prodi PBA semester II, IV dan VI A. Adapun kesalahan – kesalahan penulisan alif mutathkorrifah diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu alif mutathorrifah yang masuk pada kalimat isim, pada kalimah fi’il dan kalimah hjuruf.
            Berdasarkan data yang dianalisis tersebut diperoleh kesalahan penulisan  alif mutathorrifah sebanyak 6 kesalahan. Adapun perinciannya sebagaimana table berikut ini:

No
Jenis
Jumlah
Persentase
1
Isim
4
66,6 %
2
Fi’il
-
-
3
Huruf
2
33,3 %
Jumlah
6
100%

Dari data diatas dapat diketahui bahwa kesalahan penulisan yang berada pada isim sangat mendominasi itu terlihat dari 4 jumlah kesalahan. Adapun  Kesalahan-kesalahannya dapat dilihat pada rincian tabel berikut:
Persentase dan frekuensi kesalahan Penulisan Alif Mutathorrifah pada Isim
No
Isim
Jumlah
Persentase
1.
Kesalahan kalimah isim 3 huruf
3
75 %
2.
Kesalahan kalimah isim lebih dari 3 huruf
1
25 %
Jumlah
4
100%

Selebihnya dari analisis peneliti mennunjukkan adanya kesalahan pada penulisan alif mutathorrifah pada huruf. Namun disini tidak begitu banyak
didapati kesalahan. Dalam penelitian ini hanya didapati dua kesalahan penulisan pada kalimah huruf.
Persentase dan frekuensi kesalahan Penulisan Alif Mutathorrifah pada Huruf
No
Huruf
Jumlah
Persentase
1
الي
2
100 %
            Adapun kesalahan penulisan alif mutatharrifah dalam majalah diding ini tidak temukan sama sekali oleh peneliti.  
2.      Pembahasan
Dari hasil kesalahan penerapan prinsip alif mutatorifah pada mading PBA Staimafa tahun 2012 menunjukkan minimnya kesalahan yang dilakukan oleh mereka. Pada hal dengan jumlah mading yang telah diisi tidak kurang dari 80 tulisan masing-masing anak dengan berbagai jenis karangan. Adapaun kesalahan yang peneliti temui dari majalah dinding tersebut adalah lebih banyak ditemukan dalam kalimat isim, dengan jumlah 4 prosentase 66,6% yang berkutat pada bentuk isim yang tiga huruf saja, sedangkan huruf hanya ada dua dengan prosentase 33,3%.
Dari penelitian tersebut kesalahan jarang sekali kami menemukan bentuk ya’ mutathorifah. Kesalahan dari mereka tidak saja dalam bagaimana mereka bisa membedakan antara dua bentuk alif dari mutathorifah, namun mereka malahan cenderung menggunakan bentuk ي   sebagai anggapan bahwa itu adalah bentuk alif selain daripada mamdudah. Padahal itu adalah ya’ mutakallim. Sedangkan pada penulisan alif yang berada pada huruf ternyata Cuma dua yang peneliti dapatkan. Padahal bentuknya begitu banyak pada tulisan madingnya.
Adapun menurut teori anakes penyebab kesalahan yang peneliti dapat simpulkan adalah karena intralingual. Yaitu penerapan teori yang kurang sempurna dalam penerapannya. Itu terbukti dari penulisan alif mutathorifah pada isim. Karena peneliti tahu sendiri bahwa teori penulisan alif mutathorifah pada isim tidaklah sederhana begitu juga pada fi’il. Disamping itu ketidak telitian yang mereka lakukan yang dapat peneliti lihat pada penulisan alif di huruf. Karena dapat kita lihat kalau huruf الى dalam mading tidaklah sedikit, namun karena banyaknya maka mereka bisa lengah dalam penulisannya.
Adapun beberapa kesalahannya adalah sebagai berikut :
Dalam penulisan
 * أولى هِدي
أولى هدا
Alif pada kalimat isim ini seharusnya menggunakan ya’ tanpa titik. Bukan disertai titik. Karena setiap isim tsulasi yang akhirnya ya’ maka harus diganti dengan ى ketika dia dibaca beserta alif mutathorifah.  Kalaupun ia adalah asalnya و maka harus menggunakan alif mamdudah.
*معي
معاً
dari penulisan di atas menginginkan معاً dengan alif mutathorifah berbentuk mamdudah, akan tetapi tulisan mading yang kami teliti ternyata menggunkan ي.
Selanjutnya pada kata

*فائز المني
*فائز المني
dalam kata المني seharusnya menggunakan alif mutathorifah yang mengabaikan titik pada ya’nya. Seperti halnya teori yang ada pada penulisan.
*الي هدي
الى
الي adalah satu yang kami temukan menggunakan ي pada penerapan alif mutathorifahnya. Adapun seharusnya ditulis dengan ya’ tanpa titik.
Penyebab terjadinya kesalahan
Berbagai factor penyebab terjadinya kesalahan – kesalahan penulisan alif mutatharrifah sebagaimana berikut :
a.       Kesalahan intralingual.
Kesalahan ini disebabkan karena terjadinya proses belajar mengajar yang kurang maksimal. Dimana para mahasiswa kesulitan dalam pada bahasa target. Hal ini  dikkarenakan adanya perbedaan antara penulisan bahasa asli dan bahasa target. Sebagaimana yang kita ketahui dalam penulisan bahasa target atau bahasa arab terdapat banyak sekali aturan – aturan mengenai penulisan,. Semisal saja dalam konten ini adalah dalam penulisan alif yang memiliki  banyak fariasi sesuai dengan kategori. Mahasiswa yang belum begitu menguasai mengenai kaidah – kaidah penulisan alif mutatharrifah ini akan menjadi kendala tersendiri dalam penulisan.
Hal ini juga didukung dengan kurang begitu memperhatikan kaidah – kaidah penulisan ini dalam materi pembelajaran bahasa arab.
b.      Kurang ketelitiannya mahasiswa dalam menulis alif mutatharrifah, sehingga menimbulkan kesalahan  dalam penulisan.
c.       Theacing techniques or material: teknik mengajar atau materi. Hal ini dapat dilihat dengan kurang begitu memperhatikan kaidah – kaidah penulisan ini dalam materi pembelajaran bahasa arab.


3.      Pembelajaran Alif Mutatharrifah Berbasis Analisis Kesalahan
Melihat prosentase hasil penelitian, yang menunjukkan hanya terdapat 6 kesalahan dalam penulisan alif mutathorrifah yakni pada tataran isim dan huruf. Yang kesemua kesalahan tadi secara analisis bukan disebabkan hanya karena kurang intensifnya pembelajaran bahasa arab materi mengenai kaidah  penulisan alif mutathorrifah, melainkan diprediksikan karena kurang telitinya si penulis dalam menulis kata tersebut. Melihat prediksi kesalahan tersebut, maka jalan untuk pembenahan dalam kesalahan penulisan ini tidak perlu penangan khusus dengan menggunakan materi  yang disampaikan dengan intensif. Peneliti kira dalam kasus kesalahan ini mahsiswa cukup distimulus mengenai kaidah – kaidah penulisan alif mutatorrifah. Langkah selanjutnya yakni untuk pembenahannya bisa dilakukan oleh mahasiswa sendiri tanpa ada campur tangan oleh dosen atau pendidik, mengingat kaidah penulisan alif mmutathorrifah ini termasuk dalam kategori mudah, sehingga dianggap dari mahasiswa sendiri sudah cukup tanpa adanya campur tangan oleh dosen atau pendidik.

F.     Penutup
1.       Kesimpulan
Dari penelitian mengenai penulisan alif mutathorrifah yang dilakukan oleh mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Arab semester II, IV, dan IV A menunjukkan bahwa kesalahan yang dilakukan hanya 6 kali dan ini menunjukkan rendahnya prosentase kesalahan yang dilakukan.Adapun rincian kesalahan ialah dari tataran kalimamh isim dan huruf.Diprediksikan kesalahan penulisan pada kalimah isim dikarenakan kurang pemahamannnya mahasiswa dalam menulis alif mutathorrifah ketika terdiri dari 3 huruf atau lebih.Sedangkan dalam penulisan pada kalimah huruf diprediksikan karna keteledoran atau kurang ketelitkiannya mahasiswa dalam menulis.Asumsi ini bukan berangkat dari ruang kosong melainkan banyak sekali ditemui penulisan pada kalimah hruf terutam الى yang benar penulisannya, tapi dilain kesempatan telah ditemukan penulisan ntersebut salah.Melihat kenyataan yang ada maka sebagai solusi dalam masalah ini tidak perlu pembelajarn seara intensif mengenai alif mutatharrifah.
2.      Saran
Setiap bahasa memiliki kaidah – kaidah. Terlebih lagi dalam bahasa arab yang notabene memiliki tingkat kesulitan yang lebih dibandingkan dengan bahasa yang lain. Khususnya dalam obyek penelitian kali ini yaitu mengenai penulisan alif mutatharrifah. Meskipun hal ini merupakan suatu hal yang kecil, akan tetapi tidak boleh diabaikan karena hal ini juga sangat penting apalagi dalam tulisan yang dipublikasikan.
















Daftar Pustaka

Baca dalam Tesis Nilasari, Analisis Kesalahan Sintaksis Bahasa Indonesia Siswa Sekolah Dasar Di Kabupaten Karo Dalam Mengarang , Universitas Sumatera Utara Medan: 2002.
BBM 8, Analisis Kesalahan Berbahasa, pdf.
Chaer, Abdul. Linguistic  Umum. Jakarta: PT Rineka cipta. 2003. Cetakan kedua.
Khabibi Muhammad Luthfi, Power point (Anakon&Anakes 10).
Ma’rifatul Munjilah,  Imla’: teori dan terapan, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hlm. 60-61
Nanik setyawati, “analisis kesalahan berbahasa Indonesia teori dan praktik” , (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), Hlm, 11-12. Cetakan pertaman.
Tesis  Pdf Selviana Napitupulu, Analisis Kesalahan Sintaksis Karangan Bahasa Inggris Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris FKIP Universitas HKBP Nonmensen Pematang Siantar, 2002.


[2]Nanik setyawati, “analisis kesalahan berbahasa Indonesia teori dan praktik” , (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), Hlm, 11-12. Cetakan pertaman.
[6] BBM 8, Analisis Kesalahan Berbahasa, pdf.
[7] Tesis  Pdf Selviana Napitupulu, Analisis Kesalahan Sintaksis Karangan Bahasa Inggris Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris FKIP Universitas HKBP Nonmensen Pematang Siantar, 2002.
[8]  Ibid
[9] Baca dalam Tesis Nilasari, Analisis Kesalahan Sintaksis Bahasa Indonesia Siswa Sekolah Dasar Di Kabupaten Karo Dalam Mengarang , Universitas Sumatera Utara Medan: 2002.
[10] Khabibi Muhammad Luthfi, Power point (Anakon&Anakes 10).
[11] Abdul Chaer, “linguistic umum”, (Jakarta: PT Rieneke cipta, 2003). Hlm, 102. Cetakan kedua.
[12] Abdul Chaer, “linguistic umum”,. Hlm 103.
[13] Abdul Chaer, “linguistic umum”,. Hlm 124.
[14] Ma’rifatul Munjilah,  Imla’: teori dan terapan, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hlm. 60-61
[15] Ma’rifatul munjiah, Imla’ Teori dan Terapan, (Malang: UIN Malang PRESS, 2009), hlm. 82.